animasi

Rabu, 29 Mei 2013

RESUME BUDIDAYA TANAMAN WIJEN (Sesamum indicum)

Wijen (Sesamum indicum) merupakan salah satu tanaman yang umumnya digunakan dalam penggunaan bumbu masak, penghias makanan, serta suatu bumbu yang paling awal digunakan dan salah satu dari hasil panen pertama yang digunakan untuk membuat minyak konsumsi yang dikenal minyak wijen. Wijen mendapat julukan “The Queen of Oil Seeds Crops” yang mencerminkan biji wijen memiliki kandungan gizi yang tinggi dan berdampak positif bagi konsumennya.
Wijen diduga berasal dari dataran Afrika, tepatnya di daerah kering. Orang Afrika menggunakan wijen sebagai sumber protein pengganti bahan yang lain. Hal ini di karenakan wijen adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah kering seperti Afrika. Menurut sejarah, wijen adalah salah satu bahan makanan tertua di dunia. Hal ini di buktikan oleh beberapa bangsa telah memanfaatkan biji wijen yang memiliki banyak khasiat, seperti minyak wijen.
Wijen diperkenalkan di Indonesia ketika era masa perang dunia ke 2. Saat itu wijen di guanakan sebagai penambah asupan gizi tentara, juga memanfaatkan minyaknya sebagai alat pembakar pengganti minyak bumi. Tahun 70-an produksi wijen Indonesia turun hinggat tahun 1988 kedudukan Indonesia sebagai negara pengekpor menjadi pengimpor wijen. Tahun 1998 impor wijen Indonesia berkisar 940,450 ton biji dan 133,729 ton minyak wijen, hingga tahun 2001 Indonesia impor 3.722,472 ton biji dan218,081 ton minyak. Indonesia kekurangan 10.265 ton biji.
Wijen mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, dengan harga dipasaran saat ini mencapai : 9.000-12.500,-/kg, sedangkan di Luar negeri harganya $ 1,5 /Kg. Wijen dapat tumbuh di hampir seluruh dunia. Terdapat tiga negara penghasil wijen terbesar antara lain Myanmar: 772.900 ton, India :623.000 ton, dan China :587.947 ton. Menurut data FAO (2006) terdapat 20 negara pengimpor wijen terbesar di dunia da terdapat tiga negara terbesar antara lain China 353.717 ton, Jepang 161.433 ton, dan Negara Uni Eropa 106. 490 ton.
Data (2004) mengatakan bahwa negara Indonesia mengimpor biji 2.113,738 ton dan minyak 324,020 ton. Namun re-ekspor biji sebesar 174,664 ton dan berupa minyak sebesar 14,895 ton. Dari data tersebut kebutuhan wijen yang perlu diimpor, sekitar 1.939 ton berupa biji dan 309,125 ton berupa minyak. Data (2005) juga mengungkapkan produksi wijen Indonesia mencapai :.853 ton (0,06% dari produksi dunia).
Pengembangan tanaman wijen telah dikembangkan dengan varietas-varietas unggul. Varietas-varietas ini di harapkan dapat membantu petani untuk meningkatkan produksi wijen dalam negeri seperti pengembangan di lahan kering musim hujan dan musim kering lahan sawah jenis MK 1 dan MK II. Hasil penelitian jenis MK 1 dan MK II apabila musim hujan cukup, maka musim kering menyebabkan produktifitas sedikit.
Produktivitas wijen yang dibudidayakan petani umumnya berkisar 400 kg/Ha dengan jenis lokal, namun dalam hasil penelitian bahwa varietas lokal justru mampu menghasilkan 2000 kg (2 Ton)/ Ha, bahkan di Amerika produktifitas di atas >2,0 ton/ Ha. Ini dikarenakan kurangnya pengetahuan petani dalm pengembangan wijen.
Tingginya harga nilai biji wijen sebenarnya dapat meningkatkan finansial dan membantu kesejahteraan keluarga petani Indonesia. Tahun 2012 harga wijen mencapai 12.500 kg/ha dengan pendapatan bersih rata-rata mencapai Rp. 5.991.406/ha. Pendapatan tersebut lebih tinggi dari budidaya jagung yang rata-rata Rp. 3.657.160.
Upaya untuk mengurangi bahkan swasembada wijen telah dicanangkan dengan cara meningkatkan produksi wijen nasional. Prningkatan wijen nasional ditempuh dalam dua cara
  1. Ektensifikasi dilahan sawah non-irigasi mencapai 3,16 juta ha dan lahan beririgasi mencapai 4,9 juta ha.
  2. Intensifikasi dengan melalui penggunaan varietas unggul serta penerapan teknik budidaya yang tepat.
Peningkatan produkfivitas wijen dengan menyediakan varieras-varietas unggul telah dilakukan. Varietas unggul yang telah dilepas diantaranya : Sbr 1, Sbr. 2, Sbr. 3, Sbr. 4, serta Winas 1 dan Winas 2 (yang baru dilepas). Sejak 1997 pengembangan wijen di lahan sawah sesudah padi mulai berkembang (MK 1 dan MK 2) pada musim kemarau di Sampang (Madura), Nganjuk (Jatim), dan Sukoharjo (Jateng). Perbedaan agroekologi lahan kering dan lahan sawah menyebab kebutuhan varietas unggul dan teknologi budidaya yang dibutuhkan berbeda. Teknologi budidaya yang sudah ada perlu dievaluasi sesuai untuk lahan sawah sesudah padi.
Tahun 1997 telah dilepas varietas Sbr. 1 dan Sbr 2 yang menghasikan 1,0 – 1,6 ton/ha dan 0,8 – 1,3 ton/ha. Pengembangan wijen di musim kemarau perlu varietas genjah yang dapat tumbuh < 3 bulan. Tahun. 2006 dilepas varietas lain yaitu Sbr. 3 dan Sbr 4. Varietas Sbr 3 memiliki ciri biji warna hitam yang cocok untuk kebutuhan industri seperti minyak, kecap, dan cabuk. Sedangkan Sbr 4 memiliki umur genjah (75-85 hari). Ciri dari varietas ini dengan biji yang kecil yangcocok di kembangkan di musim kering. Varietas Sbr 4 sesuai untuk kebutuhan industri makanan ringan.
Tahun 2012 telah di temukan wijen dan varietas winas 1 dan winas 2. Varietas ini jenis Wijen putih, sesuai untuk lahan sawah sesudah padi. Varietas Winas 1 dapat berumur 101 hari, sedangkan varietas Winas 2 berumur 98 hari. Produktifitas yang dihasilkan Winas 1 mencapai 1.471 – 2.222 kg/ha, sedangkan Winas 2 dapat menghasilkan 14412 – 1.874 kg/ha wijen.
Pengembangan wijen perlu menggunakan varietas dan benih bermutu untuk meningkatkan produktifitas. Penggunaan varietas disesuaikan dengan daerah pengembangan agar menghasilkan hasil yang diharapkan. Benih varietas unggul harus bersertifikat/berlabel. Varietas yang sudah dilepas antara lain seperti Sbr 1, Sbr 2, Sbr 3, dan Sbr.4 serta Winas 1 dan Winas 2.
Wijen merupakan tanaman semusim yang berumur 2,5-5 bulan. Curah hujan yag sesuai dalam membudidayakan jenis palawija ini berkisar 400 – 600 mm. Waktu taman disesuaikan dengan suhu udara dan ketersediaan air. Daerah tipe iklim D4, E3, E4 memulai waktu tanam pada awal musim hujan. Tanam awal musim hujan dimulai ketika hujan cukup dan panen saat kemarau agar pertumbuhan dan produktifitas optimum. Varietas yang digunakan adalah MK-1 dan MK-2.
Persiapan lahan sama dengan komoditas palawija yang lain. Persiapan dilakukan untuk mempermudah penanaman, sehingga biji mudah berkecambah, dan tumbuh, juga untuk menekan dan mengendalikan gulma. Sejak tanam sampai 6 minggu wijen mengalami masa kritis terhadap gulma. Dilahan kering tanah diolah sampai gembur dengan kedalam pengemburan 30 cm. Pengolahan bisa mengunakan cara manual, tradisonal, ataupun modern. Bedengan dibuat dengan lebar 3 – 6 m dan panjang sesuai panjang lahan namun usahakan arah timur – barat sesuai arah sinar matahari. Antar bedengan dan keliling dibuat saluran dengan lebar/dalam 40 cm.
Di musim hujan jarak tanam 60 x 25 cm dg 2 tan/lubang (Sbr 1), yang tidak bercabang 40 x 25 cm (Sbr 2 ), sedangkan di lahan sawah 60 x 25 cm dengan masih terlihat jarak yang kosong. Jarak tanam disesuaikan dengan varietas, tipe percabangan, iklim, musim tanam, serta ketersediaan air. Pemupukan tanaman wijen dengan dosis N (Urea)100 kg/ha, P (SP-36) 50 kg/ha, K (KCl) 50 kg/ha untuk varietas Sbr.1 lahan kering & sawah. Sedangkan di lahan sawah dengan varietas Sbr 4 dengan dosis pupuk N (Urea) 150 kg/ha dan varietas Sbr 1 sebanyak 100 kg/ha. Waktu pemberian pupuk yaitu 1/3 dosis N bersamaan tanaman dan dilanjutkan 2/3 dosis N umur 30 –35 hari.
Penyiangan dimulai awal pertumbuhan, namun jika lewat periode tersebut wijen sangat cepat tumbuh dan mampu menekan gulma. Pembumbunan dan pendangiran : 30 – 45 hari . Akar tanaman juga dapat menembus lapisan tanah lebih dalam.
Wijen dapat tergaggu pertumbuhannya, bahkan gagal panen. Penyakit utama yang menggangu antra lain: Busuk pangkal batang (Phytopthora sp.), Busuk daun (Fusarium sp). Pengendaliannya yaitu dengan cara pencegahan pertahanan pertama dan utama serta penyediaan varietas tahan, unsur hara terpenuhi, pengerjaan tanah baik, irigasi dan drainase baik, kebersihan kebun, dan sebagainya. Sedangkan hama yang menyerang antara lain beberapa jenis Trips sp, ulat jengkal, ulat buah, dan sebagainya. Sedang hama utama adalah tungau Polyphagotarsonemus latus L yang kerusakan dapat menurunkan hasil mencapai 75 %. Pengendalianya yaitu dengan menyemprot akarisida / peskabel secara cepat.
Waktu panen, wijen warna polong, hijau kekuningan, serta daun sudah mulai rontok. Pemanenan dilakukan dengan cara memotong 15-20 cm dibawah polong. Hasil panen, yaitu batang dibendel dgn garis tengah 5-20 cm, kemudian di jemur sendiri dan disandarkan pada para-para. Bila cuaca panas penjemuran dilakuakan selama 7 hari



 




0 komentar:

Posting Komentar